Pangeran Bantai Raja dan Ratu karena "Cinta"

Pada 1 Juni 2001, Pangeran Dipendra Bir Bikram Shah Dev Putra Mahkota kerajaan Nepal membantai anggota keluarganya sendiri. Dalam kondisi mabuk. Ia menembak ayahnya, Raja  Birendra; sang ibu, Ratu Aishwarya; saudara laki-laki, dan saudara perempuannya. Dipendra juga menjadi korban dalam insiden tersebut. Pascakejadian, Diprendra mengalami koma. Ia dinobatkan sebagai raja dalam kondisi tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Namun, pemerintahannya hanya  bertahan selama 3 hari. Ia meninggal dunia pada 3 Juni 2001. Pangeran Diprendra tak sempat membeberkan motif di balik aksi brutalnya. Namun, diduga kuat ia nekat karena cintanya tak direstui.



Devyani Rana
Devyani Rana, itu nama perempuan yang ia cintai. Gadis muda cantik, cerdas, anggun, dan sopan. Ia adalah putri mantan Menteri Luar Negeri Nepal dan berasal dari keluarga bangsawan. Nyaris sempurna menjadi istri seorang putra mahkota. Sejoli itu pun terang-terangan menunjukkan kemesraan mereka. Dari makan bersama di restoran pizza dekat istana, atau terlihat bersama di London dan Australia. Namun takdir berkata lain. Meski Deyani punya kualifikasi lengkap dari bibit, bobot, dan bebet, hubungan Nepal dan India yang sedang tegang membuat darahnya 'digugat'. Ibunya berasal dari Negeri Gangga itu.

Sang Ratu, Aiswarya menekankan pada putra tertuanya, bahwa keluarga kerajaan tak bisa menerima calon ratu yang masih keturunan India, meski darah biru mengalir lewat nadinya. Apalagi klan orangtua Devyani, dari garis ayah, dianggap saingan keluarga besar dari mana sang ratu berasal. Desas-desus juga menyebut, sang ratu cemburu pada  Devyani yang cerdas dan cantik. Khawatir pengaruhnya yang kuat di keluarga kerajaan luntur oleh calon mantunya itu.

Para peramal juga menyebut, bintang keduanya tak cocok. Mereka memperingatkan, tragedi akan terjadi jika pernikahan Dipendra dan Devyani dilangsungkan. Ratu pun berusaha menyodorkan gadis lain untuk dinikahi Diprendra. Jumat malam itu, di tengah makam malam keluarga, perseteruan gara-gara perjodohan memuncak. Pangeran yang mabuk berat diusir keluar oleh raja. Sekitar pukul 22.00, ia kembali menghampiri keluarganya yang sedang berkumpul, dengan membawa 2 senapan semiotomatis, dan menyemburkan peluru.

Saat korban-korban bergelimpangan, ia menghampiri ibu dan ayahnya, ratu dan raja, menodongkan pistol 9 mm ke kepala mereka, dan menarik pemicu. Lalu, ia kembali ke lantai atas dan menembak kepalanya sendiri. Suara tembakan juga didengar tentara Gurkha yang bertugas sebagai pengawal kerajaan, namun mereka tetap berada di tempatnya. Meski penasaran berat, para serdadu tetap berpegang pada perintah: jangan ikut campur urusan dalam istana. Tak ada saksi mata yang bisa mengungkap kejadian tersebut secara detail.

Dipendra Bir Bikram Shah
"Menunjuk kerabat sendiri sebagai pembantu menjamin kerahasiaan tentang apa yang terjadi secara internal", kata sumber seperti dikutip dari Telegraph. "Itu salah satu alasan mengapa tidak ada penjelasan jelas tentang apa yang sesungguhnya terjadi." Mangkatnya raja dalam sebuah insiden tragis membuat rakyat berduka sekaligus gelisah. "Bagaimana ini bisa terjadi?," kata seorang pria sepuh. "Dia adalah raja yang melindungi kami dari semua kerusuhan yang terjadi. Apa jadinya negeri ini?,"

Pada puncak pertempuran untuk menyatukan Lembah Kathmandu pada 1768, sebuah ramalan disampaikan pada Raja Prithvi Narain Shah, tentang nasib mengerikan kerajaan yang ia dirikan.
Isi nurbuat itu: dinastinya ditakdirkan runtuh setelah generasi ke-11, oleh malapetaka berupa bencana atau pembantaian. Ramalan tersebut terbukti 233 tahun kemudian tanggal 1 Juni 2001.

Setelah pembantaian itu, saudara Birendra, Gyanendra mewarisi takhta sampai pembubaran monarki Nepal pada 2008. Kerajaan Nepal berakhir setelah 240 tahun. Ramalan terbukti.


No comments:

Post a Comment